Senin, 27 Maret 2017

Bincang Buku: Semua Ikan di Langit

          Singkat cerita, suatu hari di pertengahan Desember tahun lalu, daku mendapat kabar tentang menangnya kak Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie di Sayembara Menulis Novel Dewan Kesenian Jakarta 2016 dan dia menjadi SATU-SATUnya pemenang yang ada (Meski ada 4 pemenang unggulan lainnya).
          Kalau dia orangnya, sepertinya tidak akan heran kalau dia bisa seperti itu. Tapi tetap saja kekeceannya membuatku tak bisa berkata-kata. Fix, aku menobatkan dia menjadi orang terkece di dalam hidupku saat ini.
          Naskahnya yang mengantarkannya menjadi pemenang satu-satunya itu berjudul “Semua Ikan di Langit” dan akan diterbitkan di Grasindo awal Febuari 2017.
          Kalau mendengar judulnya saja, aku hanya bisa membayangkan ikan Indosiar.. Ikan dengan sayap-sayapan itu.. He, lupakan saja.
          Dengan kesuksesannya kali ini, seharusnya sih ada acara mirip-mirip seperti launching di Tanah Lada dulu dan aku harap acaranya di Bandung biar aku bisa datang ke sana, hehe..
          Perkataan adalah doa.. Dan tanggal 10 Febuari, seorang teman yang menjadi akrab denganku gara-gara menangnya kak Ziggy ini memberitahuku kalau ada acara bincang bukunya tanggal 25 nanti di café Bober Tera. Yaaaaaaay!! Aku mau datang~ Sekalian meet up dengannya yang sebenarnya masih tetanggan dalam bentuk kecamatan denganku.
          Kesenangan dan ketidaksabaran ini membuatku melampaui 2 minggu penuh TO dengan semangat sekali.
          Tanggal 25 pun tiba. Aku diantar Mama dari sebuah acara mural ke lokasi. Ah, terima kasih, Ma.. Kalau tidak diantar mungkin aku datang ke sana dengan baju basah kuyup karena terkena hujan deras di tengah jalan.
          Di café ini masih sangat sepi. Hanya ada 1 meja yang ditempati orang yang sedang menikmati hidangan. Tidak ada tanda-tanda kak Andika yang akan menjadi pembicara ataupun sang penulis sendiri.
          Aku duduk di sebelah panggung sambil menunggu orang-orang yang aku kenal datang.
          Tak lama, kak Andika datang dan segera duduk di dekatku. Kami berbincang-bincang sedikit soal homeschooling dan bernostalgia soal acara launching di Tanah Lada 2 tahun lalu. Soal, “Aku satu-satunya orang yang enggak kenal kak Ziggy secara langsung yang datang.” Dan mengundang tawa dari kami berdua.
          “Sedih.. Aku enggak bawa buku yang lain.. Lupa dibawa..” keluhku. “Tapikan kamu yang ditanda tanganin udah banyak, Ailsa..” kata kak Andika. “Cuman tiga..” ujarku tambah sedih. “Itu enggak ‘cuman’, Ailsa..” dan akupun berhenti mempermasalahkan “Tidak bawa buku yang lain.”.
          Kak Andika bilang, dia agak takut kalau banyak yang batal datang karena hujan deras ini. Aku juga tidak mau lagi jadi satu-satunya yang datang. Jadi kami berdua hanya bisa berdoa semoga orang-orang lain tetap mau datang ke sini.
          Tiba-tiba datang 2 orang berbaju seragam Gramedia yang dengan mudahnya melengserkan aku dan kak Andika ke meja lain. Mereka membawa dus-dus berisi buku-buku kak Ziggy dan membuatku sedih karena aku tidak punya cukup uang untuk beli buku lagi.. Hiks.
          Akhirnya, kak Andika dan aku bergabung dengan seorang kakak berbadan mungil di meja depan panggung. Namanya Lisma, dan ternyata sudah kuliah.
          “Lisma ikut acara bincang buku juga?” Tanya kak Andika dan kak Lisma bilang ‘Iya’ dengan senyum yang lebar.
          Katanya, awal dia kenal dengan buku kak Ziggy karena direkomendasikan seorang temannya. Dan pada akhirnya menjadi pembaca tetap karya-karya kak Ziggy. Sampai saat ini dia sudah baca di Tanah Lada, San Francisco, dan lagi OTW baca Semua Ikan di Langit sama seperti aku.
          Lama-kelamaan, meja-meja kosong mulai terisi dan semakin ramai saja. Dari wajahnya, sepertinya kak Andika sudah lega.
          Meja ini kembali kedatangan anggota baru; Kak Septi Ws selaku editor kak Ziggy di buku Jakarta Sebelum Pagi dan di buku Semua Ikan di Langit ini. Nanti kak Septi juga akan menemani kak Andika jadi pembicara.
          Kak Andika terlibat pembicaraan seru dengan kak Septi dan begitupun juga aku dengan kak Lisma. Kak Lisma cerita, saat pertama kali buka segel Semua Ikan di Langit, secara ajaib dia sedang berada di atas bus Damri dengan trayek Dipatiukur – Leuwi Panjang. Kebetulan banget!
          Dan dia bilang dia pusing sama di Tanah Lada tapi tetap suka-suka saja. Dia juga bilang kalau San Francisco paling mudah dipahami menurutnya. 
          Di sela-sela pembicaraan kami, rasanya aku ingin terus-terusan melirik ke bawah. Paranoid aja kalau kak Ziggy tiba-tiba muncul dari sana dan bilang, “Kalian membicarakanku di atasku!”
..horor
          Tapi untungnya tidak. Dia datang dari pintu masuk café tentunya dan bergabung bersama kami di meja-depan-panggung. Dan dia duduk di sebelahku. Ah.. Senangnya duduk di antara dua orang yang aku kagumi. UEHEHEHEHEHE bahagia~


Selfie candid dengan orang di sebelah~
          Kak Septi berbincang dengan kak Ziggy sedikit dan lalu memberikan sebuah kresek putih berisi buku-buku.
          Aku diam-diam mengintip isinya dan menemukan cover buku Semua Ikan di Langit.
          Awalnya tidak ngeh kalau sebenarnya itu bukan versi buku yang aku punya. Tapi ternyata itu versi terjemahan bahasa Inggrisnya buat dibawa ke London Bookfair! Kece… Dan kabarnya kak Ziggy sendiri yang menerjemahkannya – tidak heran lagi. Dan aku juga melihat ada buku dengan cover berwarna biru. Saat dikeluarkan ternyata itu buku Jakarta Sebelum Pagi dengan cover baru. Aku teringat pernah ada yang menyandingkan buku I'll Give You The Sun dan Jakarta Sebelum Pagi dan memang covernya sangat mirip. Kata kak Ziggy bagian yang buat covernya sudah dimarahi. Dan sekarang makannya ganti cover..
All the Fish in the Sky
Cover baru Jakarta Sebelum Pagi

          Acaranya segera dimulai beberapa menit setelah kedatangan kak Ziggy.
          Yang membuka acara adalah Tante Jia yang kalau ku tebak, mungkin penyelenggara acara ini. Terima kasih Tante, atas acaranya~
          Acaranya dimulai dengan pembacaan pre-prolog oleh Tante Jia. Sebelumnya dia sempat menanyakan kepada kak Ziggy soal cara membaca namanya dan aku bisa mendengar kak Ziggy di sebelahku berbisik, “Get your contact lenses~”.
          Yang menjawab pada akhirnya adalah kak Andika. “Ziggy, Zesya-zevina-zabriski.” Begitulah yang aku dengar dari kak Andika.. Maapkan bila masih salah juga~
          “Jadi ini buku ke-25 ya, Ziggy?” Tanya Tante Jia dan kak Ziggy hanya merespon dengan, “Hah!? Tidak tahu..” yang ditimpali “Saking banyaknya.” Oleh kak Andika.
          Ah ya, ternyata yang di panggung bukan hanya kak Septi dan kak Andika. Tapi ada seorang moderator yang kalau tidak salah namanya Om Arie.. Ku tidak tahu karena tidak kenalan dan dirinya juga tidak bergabung dengan meja-depan-panggung.
          Setelah pembukaan, kak Andika mengucapkan terima kasih kepada teman-teman yang datang meski sedang hujan deras. Lalu dia cerita kalau waktu di Tanah Lada dulu hanya ada 1 orang yang tidak kak Ziggy kenal yang datang. Yang lainnya adalah teman-temannya kak Ziggy dan kurang dari 10 orang. Dan seluruh cafépun tertawa. Aku tidak ingat apa kak Ziggy ketawa atau tidak, tapi dia lirik-lirik aku.. atau mungkin aku geer.. Entah.
          Pokoknya kak Andika merasa senang kalau kemenangan kak Ziggy kali ini bisa menarik banyak pembaca baru. Yah, aku juga senang tidak sendiri lagi..
          Oh ya, sebelumnya aku ingin meminta maaf karena aku tidak terlalu mendengarkan apa yang orang-orang bicarakan di acara ini karena aku belum baca sampai selesai bukunya dan tidak terlalu ingin mendapat spoiler banyak-banyak. Jadi aku tidak terlalu mendengarkan. Kemungkinan apa yang aku tuliskan urutannya terbalik-balik, atau ada yang tidak lengkap.. Mohon maafkan.. Daku akan tuliskan seingat daku saja, ya.. (Dan ini juga peringatan bagi yang belum baca)
          Seingatku, yang pertama berbicara adalah Om Arie. Katanya, “Buku ini mengajarkan kalau mencintai itu sederhana..”. “Di halaman 64, ada kalimat, ‘Menyayangi itu adalah kegiatan yang mengerikan’.” Dan lalu menyambung ke kalimat, “Intinya tuh, Tuhan itu sayang sama kamu. Kalau kamu enggak sayang, rasakan saja akibatnya!”.
          Kak Andika menimpali soal si Bus yang notabene adalah benda mati, bisa mencintai Beliau. Dan tentang Nad yang tidak bisa melihat ke ajaiban yang terjadi di depan antenanya.
          Lalu, entah siapa yang bilang, “Buku ini tuh adalah buku yang setelah selesai dibaca dan ditaruh, bikin kita mikir.”
Pemandangan dari tempat dudukku di meja-depan-panggung

          Semuanya seakan terdistract ketika kak Ziggy di sebelahku bilang, “Seperti nonton TV sambil makan kentang goreng~” dan lalu dia menawarkan kentang gorengnya kepada aku dan kak Lisma sambil berkata kalau dia tidak perlu bayar makanan-makanan yang dia pesan. Ah, motivasiku.. Aku ingin suatu hari nanti jadi orang penting yang diundang ke acara dan mendapatkan fasilitas gratis.. Mungkin memulai dengan jadi finalis lomba lagi.. Aamiin..
          Oh iya, aku sempat bertanya ke Kak Ziggy soal keikutsertaannya sebagai juri di ARKI tahun ini. Tapi dia malah jawab, “Masa jadi perserta?”
          Bukan itu yang aku tanya, masyaallah.. Maksudnya jadi juri lagi apa enggak.. Ya Allah.. Ah sudah deh. Banyak-banyak istighfar saja.. Tapi aku meresponnya dengan, “Ah, bisa, palsukan data diri saja lalu ikutan.” Tapi plis kak jangan ikutan.. Nanti harusnya 100 finalis jadi 1 doang yang menang dan itu kakak.. Jangan.. Ampun, Yang Mulia..
          Aku kemudian mengalihkan pembicaraan. “Seneng ya kak enggak harus ada di panggung?” tanyaku. “Iya.. Mereka sudah belajar~” jawabnya. Dan aku secara otomatis flashback ke acara di Tanah Lada dan dengan hadirnya kak Ziggy sebagai penanda tangan buku di acara bukunya saja mungkin sudah cukup (ditambah dengan sesi jawab). Dan tidak menempatkannya di atas panggung adalah keputusan yang tepat.. Sepertinya..
          Tak lama setelah dia bicara soal “Seperti menonton TV sambil makan kentang goreng.”, kereta lewat. “Dan itu iklannya~” kak Ziggy menunjuk kereta api yang lewat dengan potongan kentang gorengnya. “Sponsornya.” Tambah kak Lisma.
          “Ini kebetulan tempatnya di sebelah rel kereta api, ya.. Jadi ada waktu buat mikir.” Kata kak Septi.
          Setelahnya aku tidak ingat apa yang terjadi ketika tiba-tiba micnya berpindah ke tangan kak Lisma. Kak Ziggy di sebelahku sibuk berkata, “Hayo.. Hayo..” .
          Kak Lisma rupanya ditanyai soal bagaimana dia bisa kenal dengan bukunya kak Ziggy, sejak kapan, dan apa pendapatnya.
          Dan setelah dia selesai bicara, micnya diserahkan kepadaku atas suruhan kak Andika. APA INIIIIIII!!
          “Ayo.. Siapa tahu dapet goodybag lagi~” kata kak Ziggy dengan wajah agak menyebalkan. Yha, setidaknya dia inget aku setelah di awal ngaku tidak ingat aku siapa.. Sampai kak Andika bilang soal “Jangan terlalu jujur.”
          Karena kespeechlessanku, aku hanya bisa menjawab singkat dan sangat dodol. Dan hal ini akan aku sesali di dalam hidupku. Jadi untuk meringankan beban yang aku sesali ini, aku akan menulis revisiannya di sini (Serasa bikin skripsi).
          “Pertama kali kenal dengan karyanya kak Ziggy itu di sebuah writing camp tahun 2014. Waktu itu semua kamar-kamar perserta dinamai dengan nama-nama buku dari seri DAR! Mizan dan kebetulan kamarku dinamai pakai buku kak Ziggy yang judulnya Lucid Dream.          Setelah pulang dari acaranya dan pergi ke toko buku, ketemu sama bukunya. Karena bukunya genrenya horror, awalnya beli hanya untuk kenang-kenangan. Tapi kata teman baca aja karena bukunya kak Ziggy keren banget. Ya sudah, coba baca. Dan ternyata emang keren banget dan sejak saat itu suka dengan karyanya kak Ziggy (Oh iya, terima kasih karena telah membuat daku berani baca yang horror-horor..).          Pendapatnya soal karyanya kak Ziggy.. Karya kak Ziggy itu unik.          Humor kak Ziggy yang tidak biasa yang dia masukan ke dalam tulisan-tulisannya itu khas banget dan membekas. Tapi tulisannya seperti punya 2 sisi. 1 sisi membuat kita bisa tertawa-tawa santai. Namun lambat laun kita akan memasuki ke sisi kedua, ke bagian di mana ceritanya berubah jadi tulisan yang terasa serius, berat, dan membuat kita merenung. Rasanya.. seperti menggambarkan hidup yang tidak selamanya berat, tapi ada juga waktu di mana kita bisa tertawa dan menikmati hidup ini. Bukunya seperti santai-santai-serius, begitu.          Di dalam tulisan-tulisannya, kak Ziggy itu seperti jadi perantara ke dunia yang tak terjamah oleh orang-orang dengan kemampuan imajinasi rata-rata.. Dan di setiap karya yang baru, jangkauan perantaraannya semakin luas saja rasanya.Ia membeberkan hal-hal yang tersembunyi di balik sekat-sekat imajinasi lewat tulisannya kepada kita, para pembaca. Dan ini bagian favorit saya di setiap karyanya.Ah ya, alur yang ia buat di setiap karyanya terasa begitu apik dan plot twistnya terlalu keren dan di luar batas pikirku.Soal perkembangan tulisannya, mungkin aku tidak bisa langsung membandingkan Lucid Dream dengan Semua Ikan di Langit karena genrenya berbeda. Tapi kalau misalnya membandingkan White Wedding dengan Jakarta Sebelum Pagi, terasa perbedaannya. Jakarta Sebelum Pagi terasa jauh lebih ‘Luas’ daripada White Wedding. Mungkin begitu cara daku untuk menggambarkan perkembangnya. Dan mungkin sampai di sini saja..”
Yah.. Untungnya aku enggak ngomong sepanjang itu pas kemarin ya.. Takut ditinggal tidur soalnya.
Perbincangan inipun kembali berlanjut meski sering terinterupsi oleh iklan-iklan yang disponsori PT. KAI.. Dan mulai dari sini aku merasa pusing karena orang-orang di depan sana mulai membahas bukunya dari sisi agama. Kata mereka bukunya religius. Karena aku belum baca semuanya aku tidak ngerti apa-apa.
Yang jelas, yang keren adalah buku ini dibahas dari sisi 2 agama dan mereka nyambung.
Kata mereka, Beliau itu adalah simbol Tuhan meski digambarkan dengan sosok anak kecil. Dan aku yang belum mendapat pijakan yang jelas dari membaca setengah bukunya, masih bisa belum menyimpulkan apa-apa secara mantap, jadi bingung.
“Aku kira Beliau itu kak Ziggy?” kataku dan kak Ziggy tertawa puas sekali dan baru bilang, “Bisa jadi, bisa jadi.”.
Aku berpikiran begitu karena ada kalimat di halaman 68 yang berbunyi, “..mungkin memang inilah cara orang-orang yang sukar dipahami menunjukkan rasa sayang mereka.”. Dan bagiku yang belum kenal kak Ziggy, kak Ziggy sepertinya sukar dipahami.. Jadi ya.. Kukira Beliau itu kak Ziggy sendiri. Tapi setelah selesai baca bukunya di kemudian hari, aku meralat pernyataanku dan mengakui sepertinya Beliau itu memang simbol Tuhan..
Yang kuingat soal pembicaraan yang memberat ini adalah ketika Om Arie yang bilang soal bagian di mana ada cerita soal cahaya pertama yang diciptakan dan cahaya itu sangat mencintai Beliau dan tidak ada lagi yang dicintainya selain Beliau. Dia bilang dia teringat dengan Nabi Muhammad SAW yang merupakan nur pertama yang diciptakan.
Setelah aku menyelesaikan bukunya, aku menemukan bagian itu tapi aku makin tambah pusing. Katanyakan ini mengingatkannya akan Nabi Muhammad, tapi setelah aku baca, sang cahaya ini sangat mencintai Beliau dan tidak ada lagi yang dicintainya selain Beliau. Dan pada suatu ketika Beliau menciptakan manusia dan Beliau sangat mencintainya dan meminta cahaya-cahaya lain untuk mencintainya juga. Tapi sang cahaya pertama tidak mau mencintai manusia karena cintanya pada Beliau sangat besar dan dia hanya bisa mencintai Beliau. Hal itu membuat Beliau marah dan mengusir sang cahaya pertama.
Jadi ini Nabi Muhammad atau setan, nih?
Sebelum beli bukunya, aku sudah dengar dari temanku itu (yang memberitahuku soal acara ini. Ah iya, namanya Dirga dan dia tidak bisa datang hari ini.. Sedih) kalau banyak orang yang pusing membacanya. Kataku sih orang-orang pusing karena tidak biasa aja sama tulisannya kak Ziggy. Tapi pada akhirnya aku pusing juga, tapi aku pusing gara-gara tercampuri sudut pandang orang lain.
Lalu kak Septi membahas ada simbol Lucifer di buku ini. Sosok yang menggambarkan Lucifer. Lalu dia juga bicara soal penciptaan kembali dunia. Tapi aku tidak terlalu mendengarkan karena sudah terlanjur terlalu pusing.
Di ujung perbincangan ini, kak Septi bilang buku Semua Ikan di Langit ini seperti tamparan keras bagi orang-orang yang dulu mempermasalahkan di Tanah Lada. Kayak, 'Masa kayak gini masuk sastra?" ; "Masa kayak gini menang DKJ??" dan sebagainya. Atau bagi orang-orang yang membeli bukunya hanya untuk ngejek-ngejek namanya. Dan di sini rasanya aku sebal dengarnya. Ada ya, manusia-manusia kurang ajar seperti itu. Rasanya aku menjelma jadi bus Damri dan kak Ziggy itu Beliau. Aku ingin nabrak orang-orang itu sampai penyet semua.
Yak, sepertinya perbincangannya selesai di sini, seingatku. Disambung dengan sesi tanya jawab.
Entah mengapa, setiap kak Ziggy menjawab pertanyaan, auranya berubah jadi menyeramkan. Jadi aku tidak akan nanya-nanya. Kalau mau nanya kasual saja.
Aku juga tidak mendengarkan bagian ini. Tapi aku akan tulis yang aku ingat dan penting.
Pertama adalah soal seseorang yang bertanya soal kenapa banyak tokoh kak Ziggy yang anak-anak dan bisa jujur banget penulisannya. Kak Ziggy jawab, Mamanya pernah bilang ke dia kalau dia itu enggak punya related sama dunia orang dewasa. Orang lain ngomong apa tuh dia enggak ngerti. Dan *duh, lupa, pokoknya begitu*. Jadi mungkin dari situ dia lebih nyaman kalau pakai karakter anak-anak(?)
Kedua, ada orang yang menanyakan apakah ada masalah dengan masa kecil kak Ziggy dan dia jawab kalau masa kecilnya sangat bahagia sekali. Dia enggak pernah disuruh tidur siang, kalau mau bolos dibolehin sama mamanya. Dan ya begitulah. Bagi kak Ziggy masa kecilnya sangat menyenangkan.
Ada juga yang menanyakan soal manajemen waktu kak Ziggy dan dia jawab, “Yang nanya soal ginian pasti mahasiswa.” Dan dia melanjutkan dengan mengaku kalau dia sudah sidang sejak tahun lalu tapi tidak lulus-lulus. Kalau belajar, dia cuman belajar di kelas karena dia kalau di kelas ya untuk belajar aja. Jadi dia merhatiin banget di kelas.
Dan terakhir ada yang menanyakan waktu khusus untuk menulis dan kak Ziggy jawab dengan sangat simple. “Saya tidak punya waktu khusus untuk menulis. Kalau mau nulis ya nulis, kalau enggak ya enggak.”
Seginilah yang bisa aku inget atau yang penting dan bisa kuingat di sesi tanya jawab.
Setelahnya ada sesi foto bareng dan tanda tangan.
          Asalnya aku mau selfie dengannya (dengan tidak candid) *mentang-mentang hape sudah baru, tidak seperti dulu* tapi dia tidak mau. Dia malah suruh aku foto kakinya saja. Dan pas aku turuti, dia malah nanya, "Kamu ngapain sih..?"
...yang suruh siapa
          “Nanti kalau foto, aku pegang timun, kamu pegang tomat..”
…siap
          Tapi hal itu tidak pernah terjadi.
          Kami hanya foto biasa setelahnya dan posenya aneh semua. Yasuda de..
          Terakhir aku minta tanda tangan di buku Semua Ikan di Langit dan dia berkali-kali nanya namanya siapa. “Namaku siapa?? Oh, Ziggy.”.
...oh biru-biru yang menyebalkan
          “Mau ditulisin apa bukunya?” tanyanya dan aku reflek jawab, “Pokoknya jangan tulis ‘Terserah’ atau ‘Saya mau makan bakso’” kataku waspada. “…makanya kasih tau aku mau ditulisin apa~” dan aku bilang minta motivasi menulis karena aku sedang mogok.. Dan yesh, tidak dikasih tulisan “Terserah” yeeeey..
          Di sela penandatanganan bukuku, tiba-tiba Tante Jia yang duduk di sebelah kak Ziggy bilang, “Saya baca blognya lho..”
          He?
          “Hah?” responku dodol. “Iya saya baca blognya. Bukan saya sih, suami..” katanya.
          Aku masih enggak ngeh sampai ditanyai soal “Apa aku yang satu-satunya yang datang waktu di TSM?” dan aku jawab, “Iya”..
          Untuk sesaat aku shock ketika entah bagaimana caranya ada orang yang baca blogku lalu berhasil mengenaliku di dunia nyata..
..shock..
          Shock dan terharu sih.. Huhu.. Blogku dibaca orang.. Huhu..
          Yak, kembali ke cerita. Setelah dapat tanda tangan kak Ziggy untuk bukuku dan untuk kak Dirga di kertas kosong, aku meminta kak Andika untuk tanda tangan di bagian ucapan terima kasih dan kak Septi tanda tangan di bagian tulisan editor~
          Dan seketika buku ini jadi berharga banget.. Pasalnya udah cetakan pertama, ditanda tangani penulis, editor, serta orang yang disebutkan di bagian ucapan terima kasih.. Huhu keren..

          Hmm.. Mungkin ceritanya sampai sini saja.. Karena tidak ada lagi hal menarik yang bisa diceritakan lagi setelah ini.. Jadi.. sekian dan terima kasih telah membaca~

Kamis, 02 Maret 2017

Sebuah Evolusi

Hari ini, laptopku berevolusi, kawan-kawan.

Setelah sekian lama terjangkiti virus, berbulan-bulan lamanya, dan virus-virus kurang ajar itu membuat blog ini mati suri, akhirnya laptopku berevolusi.

Setelah diback up, laptopku diinstall ulang dan boom! Sekarang aku punya laptop dengan windows 10 yang bebas ads biadab yang berseliweran tiap kali aku konek ke internet.

Rasanya legaaa.. Dan seketika mood untuk menulis yang hilang sejak Febuari awal kembali lagi. Dan laptopku yang selama ini meringkuk dalam diam di dalam tas ranselku dan hanya bikin encok saja karena memberat-beratkan saja. Entah sejak kapan aku mulai meletakannya di rumah. Meninggalkannya sendirian. Sampai tahu-tahu dia basah kuyup. Kukira menangis, tahunya kena bocor.

Aaaaah tapi itu semua telah berlalu. Kini dia telah berevolusi dan kini sedang berbahagia untuk membuatku menjadi orang udik sementara.


Senangnya.. Bisa ngeblog lagi..

Tolong maafkan daku yang kabur lama sekali. Awalnya memang hanya ingin cuti sebulan-tiga bulan.. Namun apa daya ketita laptopku semakin jadi pesakitan begitu.

Apa daku ada perubahan, kawan-kawan? :'3

Secara fisik, mungkin aku agak gendutan. Yha, entah mengapa. Sakit kok malah tambah berat, hehe. Dan, hmm.. selama aku diam saja, tidak menulis apa-apa (di sini), aku tetap memikirkan beberapa hal yang mungkin bisa jadi bahan ngepost. Tapi mungkin sudah terlalu basi untuk dipost.. Yha, kita lihat saja nanti, hohoho..

Hadeh, seriusan deh daku sampai lupa gimana cara ngepost dan lain-lain.. Semoga ke depannya, enggak akan ada lagi virus-virus kurang ajar yang menjangkiti laptopku dan aku bisa terus ngeblog, aamiin..

Sekian, daku mau tidur :"

Sekali lagi, maafkan daku yang pergi lama-lama :""